Padang pasir itu begitu luas, bagai tak
berujung. Sementara itu langit tampak tertutup kabut tipis, sehingga tidak satupun
sinar matahari yang mampu menembusnya.
Sepanjang jarak memandang,
hanya deburan pasir dan awan tipis
yang terlihat. Tidak ada orang lain disana, kecuali seorang pemuda yang sedang kebingungan,
berpakaian serba putih, seperti pakaian ihram yang dikenakan bagi orang yang sedang
melaksanakan ibadah haji. Pria itu berperawakan kurus tanpa
kumis dan jenggot serta
masih muda. Ketika
dia mencoba menoleh ke kiri, dirinya sedikit terkejut karena melihat seorang pria
bertubuh besar, berkulit hitam, bermata besar dengan warna merah menyala, seperti
bara api neraka dan berpakaian jubah hitam dengan wajah yang sangat menyeramkan.
Pemuda
berpakaian ihram itu mundur beberapa langkah ke belakang. Langkahnya terhenti ketika
menyentuh sesuatu yang begitu lembut dan wangi, bak bunga kesturi. Ketika dia mencoba
melihat ke belakang, kembali dia terkejut karena melihat sosok pria tua bertubuh
besar, berkumis dan janggut putih sepanjang dada, berpakaian serba putih dengan
wajah yang sangat nyaman dipandang, berlawanan dengan pria yang dilihat sebelumnya.
Suasana masih hening, tidak ada percakapan diantara mereka bertiga. Anehnya, perasaan
pemuda itu menjadi sedikit tenang setelah melihat pria tua berjanggut putih tersebut.
Kedua sosok pria besar misterius tersebut lalu dengan isyarat tangannya mengajak
pemuda itu agar berjalan mengikutinya. Bagai kerbau di cocok hidung, pemuda itu
spontan mengikuti saja langkah
kedua pria yang ada di samping kiri dan kanannya tersebut. Setelah berjalan beberapa
saat, sampailah ketiganya disebuah jalan yang bercabang. Ketiganya lalu berhenti sesaat. Pria
yang bertubuh tegap yang berpakaian serba hitam mengajak pemuda itu untuk berbelok
ke arah kiri. Pemuda itu tidak bisa menolak kecuali hanya menurut saja dan mengikutinya.
Beberapa
saat kemudian udara terasa semakin panas. Tiba‑tiba
kabut tipis yang ada didepan mereka terbuka lebar dan terlihatlah pemandangan tragis
yang sangat memilukan dan belum pernah
dilihat oleh pemuda itu sebelumnya. Bara
api yang sangat besar menyala dimana‑mana. Dalam kobaran api
itu terlihat banyak orang yang sedang disiksa dengan berbagai adegan yang menyayat
hati. Ada orang yang sedang disiram timah panas yang mendidih, ada juga pria yang
dipotong kemaluannya. Ada wanita yang duburnya ditusuk besi panas, seperti orang
yang sedang di sate. Suara teriakan
minta tolong, tangisan, rintihan bercampur menjadi satu. Pokoknya suasana pemandangan
yang terlihat begitu menyeramkan, membuat pemuda itu menggigil ketakutan.
Pria hitam berwajah seram itu lalu menjelaskan kepada pemuda itu mengapa mereka
disiksa sedemikian
rupa. Mereka semua adalah orang‑orang
yang ingkar dengan perintah Allah SWT.
Dia berpesan pada pemuda itu agar orang‑orang
tidak melakukan perbuatan buruk seperti yang dilakukan mereka yang tengah disiksa
itu sebelumnya. Setelah memberi penjelasan
panjang lebar, mereka kembali ketempat semula di persimpangan. Disana terlihat pria
berjenggot panjang dan berbaju serba putih itu masih menunggu.
Kini
giliran pria tua berwajah teduh yang sangat kharismatik itu yang mengajak pemuda
itu berjalan ke arah kanan. Lambat laun udara yang ada disekitarnya terasa semakin
sejuk. Tercium aroma wangi yang sangat enak sekali dan belum pernah dirasakan pemuda
itu sebelumnya. Tiba‑tiba kabut yang ada dihadapan mereka terurai secara ajaib.
Tampaklah sebuah pemandangan indah yang sangat menakjubkan. Sepanjang mata memandang
tampak rumah yang sangat bagus sekali dengan arsitektur yang unik dan belum pernah
dilihatnya. Setiap rumah memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda dengan dikelilingi
taman‑taman yang indah. Setiap
rumah dihuni seorang wanita cantik bak bidadari dengan pakaian indah dan senyuman
yang menawan. Salah seorang wanita cantik yang menghuni salah satu rumah disana
tampak menyapa dengan melambaikan tangannya ke arah pemuda itu sambil tersenyum,
seolah sudah mengenal sebelumnya. Pemuda itu bingung, lalu membalas melambaikan
tangannya kearah wanita itu. Baru saja pemuda itu mau bertanya ke pria tua yang
ada disebelahnya, pria itu sudah menjelaskan bahwa wanita itu adalah istrinya. Pemuda
itu masih bingung karena dia merasa masih bujangan. Tapi dia tidak bertanya lebih
lanjut kecuali masih terpesona dengan suasana yang dialaminya.
Sambil berjalan‑jalan menikmati suasana di kompleks perumahan super mewah
tersebut, sang pria tua terus menjelaskan tentang ganjaran bagi setiap orang muslim
yang taat menjalankan perintah Allah SWT. Setelah menjelaskan panjang lebar, mereka
kembali ketempat semua yaitu dipersimpangan jalan. Kedua pria misterius itu lalu
menjelaskan kepada pemuda itu bahwa belum saatnya dia berada disini. Dia harus kembali
ketempatnya semula. Pemuda itu diminta kembali menyusuri jalan sebelumnya dan dilarang
untuk menoleh kebelakang. Saat sedang berjalan tersebut, sayup‑sayup terdengat suara orang yang memanggil namanya. Suara
itu semakin lama semakin jelas, sehingga menggoda dirinya untuk menoleh ke belakang.
Tapi dia kembali teringat pesan kedua pria misterius itu agar jangan menoleh kebelakang.
Pemuda itu lalu behenti sejenak dan sempat bingung untuk beberapa saat. Kemudian
dia menengadahkan tangannya ke langit, berdoa kepada Allah SWT agar dirinya diberi
petunjuk. Akhirnya hatinya bulat untuk terus berjalan tanpa menoleh kebelakang.
Langkahnya semakin lama semakin cepat, sehingga tanpa disadarinya kakinya tersandung
sesuatu yang menyebabkan dirinya jatuh terpelungkup. Pemuda itu berusaha bangun
sambil mengusap matanya yang berlumuran tanah. Ketika matanya dibuka, kembali dia
terkejut bukan kepalang. Betapa tidak, kini dirinya tidak lagi memakai pakaian ihram,
melainkan memakai baju kaos berwarna merah dan celana jeans butut. Ternyata dirinya
tengah berada ditengah pemakanan dan sedang berdiri diatas gundukan tanah berwarna
merah. Dihadapannya samar‑samar
terlihat sebuah papan nisan bertuliskan namanya “Rakhmat, Lahir 17 Mei 1978, Wafat,
25 Juli 1998”. Suasana ditengah kuburan itu cukup gelap, hanya terbantu sinar bulan
yang kebetulan bersinar di malam itu. Antara percaya dan tidak percaya Rakhmat berjalan
gontai keluar dari pemakaman tersebut. Dia masih bingung mengapa dirinya berada
diatas makamnya sendiri. Berkali‑kali dicubit pipinya sendiri untuk meyakinkan apakah dirinya
masih hidup atau sudah mati. Setiap kali dicubit, dia merasa kesakitan. Kini dia
semakin yakin kalau dirinya memang masih hidup, namun dia belum menyadari sepenuhnya
apa yang sebenarnya sedang terjadi pada dirinya.
Pemuda berperawakan kecil itu terus menyusuri
jalan desa menuju ke rumahnya. Ditengah perjalanan turun hujan gerimis. Ketika mulai
memasuki desanya, suasana terasa sepi. Tidak ada orang yang lalu lalang. Semua pintu
rumah terlihat terkunci rapat. Beberapa saat kemudian rumahnya mulai terlihat. Sayup‑sayup terdengar suara orang sedang tahlilan. Dia bergegas
ingin segera sampai ke rumahnya. Ketika pemuda itu berada di depan pintu rumahnya,
semua orang yang sedang tahlilan sontak terkejut. Suasana menjadi gaduh. Semua orang
berlarian tunggang langgang, kecuali beberapa kerabat dan seorang ustad yang tadi
memimpin tahlilan. Didekatinya Rakhmat yang masih terpana di depan pintu rumahnya,
lalu dipegang kedua jempolnya sambil mulutnya komat kamit membaca ayat suci Al‑Qur’an. Setelah merasa yakin, ustad itu lalu mengatakan kalau
makhluk yang datang tersebut bukan hantu, melainkan memang Rakhmat, seorang pemuda
alim dan rajin menjalankan ibadah yang meninggal tiga hari yang lalu. Perlahan‑lahan masyarakat yang kabur tadi kembali datang dengan masa
yang lebih banyak.
Dibawah bimbingan pak Ustad, Rakhmat
menceritakan semua pengalamannya. Anehnya, pakaian yang dikenakan Rakhmat sekarang
adalah pakaian yang dipakainya ketika dia meninggal. Pakaian tersebut menghilang
entah kemana sejak kematiannya. Keanehan lainnya adalah ketika makam Rakhmat digali,
ternyata isinya kosong dan tidak ada tanda‑tanda kalau makam tersebut pernah dibongkar sebelumnya. Kini
Rakhmat telah menemukan jodohnya, seorang wanita cantik dan soleha yang wajahnya
mirip dengan wanita cantik yang ditemuinya di alam gaib. Dia sudah memiliki tiga
orang anak dan hidup bahagia dengan bekerja sebagai guru agama di salah satu kota
di Lampung.
***
Catatan :Kisah nyata tersebut penulis peroleh dari seorang
teman dekat yang berasal dari Lampung. Nama yang ada dalam kisah diatas bukan nama
sebenarnya melainkan nama samaran, demi menjaga privasi yang bersangkutan.
Sumber: https://rmialurcucur.wordpress.com/2014/02/07/kisahperjalanan3harikealamgaib/
Edited by:
Salmatun Niswa
Pajak C