“Kepala
ini tidak akan tunduk kepada makhluk. Ia hanya tunduk bersujud kepada sang
Khaliq.” Kalimat ini meluncur dari mulut Syaikh Ahmad Faruqi di hadapan sultan
Jahangir, Maharaja Mughal. Pada masa itu, setiap rakyat biasa yang menghadap sultan,
harus menghormat dengan bersujud mencium lantai tepat didepan kaki sultan.
Tidak ada seorangpun yang berani menolak. Hanya ia,
seorang laki-laki dengan pakaian sederhana yang berani menentangnya. Syaikh
Ahmad sendiri adalah seorang juru dakwah, yang lazim dengan segala
kesederhanaan dan materi yang kurang. Tapi semua kesederhanaan dan kekurangan
materi itu tidak membuatnya merasa kecil untuk mengucapkan kebenaran. Akibat
penolakannya itu, ia yang sebenarnya diundang untuk mendiskusikan masalah negara
setelah Jahangir mendengar kecerdasan dan kecemerlangannya, harus rela menerima
ganjaran penjara.
Kisah
yang sama dapat dibaca dari peristiwa syahidnya Sayyid Quthb di tiang gantungan
ketika menghadapi rezim Gamal Abdul Nasser. Sesaat sebelum ia digantung,
datanglah seorang petinggi militer Mesir yang membawa berita “gembira” bahwa
presiden bersedia mengampuni dan membebaskannya dari tiang gantungan dengan
syarat Sayyid Quthb bersedia mengakui kesalahan dan menuliskan permintaan maaf
kepada presiden di secarik kertas yang telah disediakan. Sambil tersenyum
lembut Sayyid Quthb menjawab, “telunjuk yang senantiasa mempersaksikan keesaan
Allah dalam setiap shalat ini menolak menuliskan barang satu huruf pun kata
penundukan kepada taghut.” Ketika si petinggi militer tersebut memastikan bahwa
penolakan ini berarti kematian bagi Sayyid, kembali dengan tersenyum lembut ia
menjawab, “jika begitu selamat datang bagi kehidupan yang abadi” dan dengan
pekikan kalimat tahlil, Sayyid Quthb dieksekusi di tiang gantungan.
Inilah
pengaruh kalimat “Laa Ilaaha Illa-Llah”. Tiada tuhan yang patut disembah
kecuali Allah. Kalimat ini berkonsekuensi penundukan total kepada Allah sebagai
Khaliq yang layak untuk disembah, sekaligus deklarasi pelepasan diri dari
penundukan kepada makhluq. Kalimat tahlil ini tidaklah bermakna hanya tiada
tuhan (rabb) selain Allah semata. Ia harus bermakna ketundukan ibadah
hanya milik Allah dan bukan selainNya.kalaulah kalimat ini hanya berhenti pada
makna tiada tuhan (rabb)selain Allah, maka ia tidak lebih dari
pemahaman kaum kafir pada masa rasulullah. Mereka menolak dakwah tauhid ini
karena sesungguhnya memahami esensi kalimat ini. Mereka menyadari bahwa ketika
kalimat tahlil ini, mempersaksikan bahwa ketundukan ibadah hanya kepada Allah,
maka seluruh hegemoni mereka atas bangsa Arab yang dibangun atas justifikasi
relijius dengan adanya Ka’bah, akan runtuh seketika. Mereka tidak rela
kehilangan segala hegemoni dan privilege tersebut.
Berislam
dengan kalimat tahlil ini berarti juga memenuhi segala perintah Allah dan
menjauhi semua laranganNya. Ya betul, SEMUANYA! Karena itu jika anda muslim,
dan Allah memerintahkan untuk shalat,maka tidak ada alasan apapun untuk
meninggalkannya. Jika anda muslimah dan Allah memerintahkan anda untuk menutup
aurat dengan memakai dan memanjangkan jilbab, maka harus anda lakukan. Bahkan
jika anda telah berjilbab pun, tapi masih memakai pakaian yang menonjolkan
lekuk tubuh anda semacam legging dll, anda harus mengubahnya. Jika
anda pelajar dan haram untuk mencontek dalam Unas, tapi anda tetap nekat
melakukannya, sebenarnya tauhid anda sedang terancam ambrol. Anda sedang
mengabaikan fakta bahwa Allah mengawasi anda ketika bermaksiat dengan mencontek
atau maksiat apapun. Allah sendiri dengan tegas mewanti-wanti kita, “dan
tidaklah patut bagi seorang yang beriman baik laki-laki atau perempuan jika
Allah dan rasulNya telah menetapkan suatu perintah, ia mempunyai pilihan lain
yang menyelisihi perintah itu” (QS. 33:36).
Kuncinya
adalah berilmu tentang Islam yang sebenarnya. Pengetahuan Islam yang
komprehensif, dari A sampai Z. ini akan menghindarkan pemahaman yang
setengah-setengah tentang Islam. Karena itu Allah memerintahkan kita untuk
masuk ke dalam agama ini secara menyeluruh (QS. 2: 208). Allah juga menyuruh
kita bertauhid dengan berdasarkan ilmu (QS. 47: 19). Jika seseorang telah
mendasarkan keislamannya atas keyakinan ilmu, besar kemungkinan ia akan selamat
dari bermaksiat dibawah pengelihatan Tuhannya. Kalaupun suatu ketika khilaf dan
bermaksiat, maka ia segera beristighfar dan bertaubat.
Berislam
dan bertauhid yang benar akan mengubah individu dari manusia biasa menjadi
sosok gunung yang teguh mempertahankan kebenaran sebagaimana dua kisah diatas.
Teguh atas keyakinannya, dan tidak bergeser seincipun dalam mempertahankannya.
Ia juga akan melimpahkan kejayaan dunia dan akhirat bagi pemeluknya. Kenapa?
Karena ia hanya tunduk kepada pemilik dunia ini. Takutlah engkau kepada Allah,
dan seluruh makhluk akan takut dan segan kepadamu. Takutlah engkau kepada
selain Allah, maka tidak akan ada makhlukNya yang takut kepadamu. Wallahu
a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar