DARI SUMBER WEBSITE ISLAMPOS
DI sebuah desa, seorang pemuda tampak digelandang puluhan aparat. “Pencuri! Dasar pencuri! Gantung” teriak masyarakat desa ke arah si pemuda. Sepanjang jalan, celaan, hardikan, bahkan pukulan tertuju ke diri si pemuda yang dituduh mencuri. Si pemuda cuma diam pasrah.
Di sebuah balai pertemuan desa, si pemuda diadili. Seorang hakim bertanya, “Mana barang buktinya?” Seorang aparat desa menunjukkan sebuah bungkusan. “Ini, Pak!” Tampak dari luar balai desa, ratusan pengunjung terus saja berteriak, “Gantung! Habisi!”
Entah kenapa, suara teriakan-teriakan itu sontak
diam saat hakim membuka bungkusan. “Hmm, apa ini?” tanya hakim ke si pemuda.
Agak lambat, pemuda itu menjawab, “Gelas emas, Pak!” Sebuah benda berwarna emas
menyerupai gelas besar antik. Gelas emas itu jelas bukan barang sembarangan.
Persis seperti barang kerajaan ratusan tahun lalu. Tampaknya, pengunjung yang
sebagian besar petani miskin begitu takjub dengan barang bukti itu.
“Dari mana kau dapatkan benda ini?” tanya hakim kemudian. “Rahasia!” jawab si pemuda spontan. “Kenapa?” tanya hakim lagi. “Karena di sana masih banyak yang lebih bagus,” jawab si pemuda mantap. “Kalau begitu, kamu akan dihukum gantung!” gertak si hakim mulai galak. “Silakan!” ucap si pemuda lagi-lagi tenang.
Tapi, si hakim mulai bimbang. “Baiklah. Apa syaratnya agar kami bisa tahu lokasi emas-emas itu?” tanya si hakim diplomatis. Si pemuda mulai berpikir. Tak lama, ia berujar, “Bebaskan saya.” Semua pengunjung spontan berteriak, “Huuuuuuu!”
Malamnya, si pemuda termenung dalam penjara ketika sang hakim tiba-tiba di hadapannya. Ia agak kaget. “Pak Hakim?” suaranya spontan. “Besok, aku akan membebaskan kamu dari semua tuntutan. Asal kamu ceritakan di mana emas-emas itu berada,” ucap si hakim agak berbisik.
“Hm,” suara lain tiba-tiba menelusup. Kepala keamanan tiba-tiba sudah berada di belakang hakim. “Tidak semudah itu. Aku saksi yang bisa memberatkan!” ucap kepala keamanan agak mengancam. Si hakim mulai berpikir. “Baiklah. Gimana kalau kita kerjasama?” suara hakim ke arah kepala keamanan. “Setuju!”
Tiba-tiba, seseorang masuk ke lokasi penjara. Seorang asisten kepala desa menyampaikan surat. Isinya, kepala desa ingin bertemu dengan si pemuda malam ini juga. Empat mata. Hakim dan kepala keamanan terdiam. Wajah mereka agak pucat.
Di rumah kepala desa, si pemuda dijamu dengan begitu istimewa. Ia tampak bahagia. “Jangan kuatir. Kamu akan saya jamin bebas!” ucap sang kepala desa penuh wibawa. “Jadi, di mana barang itu…..”
Belum lagi tuntas ucapan kepala desa, ratusan orang berdemo persis di depan rumah. Ada yang membawa parang, besi, potongan kayu, dan batu. Mereka berteriak berulang-ulang, “Bebaskan dia. Bebaskan pemuda itu. Dia tidak bersalah!”
“Dari mana kau dapatkan benda ini?” tanya hakim kemudian. “Rahasia!” jawab si pemuda spontan. “Kenapa?” tanya hakim lagi. “Karena di sana masih banyak yang lebih bagus,” jawab si pemuda mantap. “Kalau begitu, kamu akan dihukum gantung!” gertak si hakim mulai galak. “Silakan!” ucap si pemuda lagi-lagi tenang.
Tapi, si hakim mulai bimbang. “Baiklah. Apa syaratnya agar kami bisa tahu lokasi emas-emas itu?” tanya si hakim diplomatis. Si pemuda mulai berpikir. Tak lama, ia berujar, “Bebaskan saya.” Semua pengunjung spontan berteriak, “Huuuuuuu!”
Malamnya, si pemuda termenung dalam penjara ketika sang hakim tiba-tiba di hadapannya. Ia agak kaget. “Pak Hakim?” suaranya spontan. “Besok, aku akan membebaskan kamu dari semua tuntutan. Asal kamu ceritakan di mana emas-emas itu berada,” ucap si hakim agak berbisik.
“Hm,” suara lain tiba-tiba menelusup. Kepala keamanan tiba-tiba sudah berada di belakang hakim. “Tidak semudah itu. Aku saksi yang bisa memberatkan!” ucap kepala keamanan agak mengancam. Si hakim mulai berpikir. “Baiklah. Gimana kalau kita kerjasama?” suara hakim ke arah kepala keamanan. “Setuju!”
Tiba-tiba, seseorang masuk ke lokasi penjara. Seorang asisten kepala desa menyampaikan surat. Isinya, kepala desa ingin bertemu dengan si pemuda malam ini juga. Empat mata. Hakim dan kepala keamanan terdiam. Wajah mereka agak pucat.
Di rumah kepala desa, si pemuda dijamu dengan begitu istimewa. Ia tampak bahagia. “Jangan kuatir. Kamu akan saya jamin bebas!” ucap sang kepala desa penuh wibawa. “Jadi, di mana barang itu…..”
Belum lagi tuntas ucapan kepala desa, ratusan orang berdemo persis di depan rumah. Ada yang membawa parang, besi, potongan kayu, dan batu. Mereka berteriak berulang-ulang, “Bebaskan dia. Bebaskan pemuda itu. Dia tidak bersalah!”
0 komentar:
Posting Komentar