RIYA’ merupakan salah satu penyakit
yang dapat merusak hati dan amal perbuatan kita. Hal yang pada awalnya kita
mengharapkan pahala namun, apa boleh jadi amal kita malah menjadi boomerang
bagi kita.
Riya’ bukan hanya kita melakukan
kesombongan yang nampak, ternyata dengan ibadah sekalipun itu akan membawa pada
riya’. Namun kategori riya’ yang menjadi pembahasan kali ini riya’ halus, yang
itu pun akan berpengaruh pada hasil yang akan kita dapat.
Salah satu riya’ halus yang tanpa disadari yaitu, meninggalkan amal karena manusia adalah riya’, sedangkan amal karena manusia itu syirik. Yang dinamakan ikhlas ialah bila egkau diselamatkan Allah dari dua cara tersebut.” Maksud ucapan beliau: Orang yang berniat melakukan ibadah, tetapi kemudian ditinggalkan (tidak jadi mengerjakan), sebab khawatir diketahui orang lain, maka ia adalah orang yang riya’.
Salah satu riya’ halus yang tanpa disadari yaitu, meninggalkan amal karena manusia adalah riya’, sedangkan amal karena manusia itu syirik. Yang dinamakan ikhlas ialah bila egkau diselamatkan Allah dari dua cara tersebut.” Maksud ucapan beliau: Orang yang berniat melakukan ibadah, tetapi kemudian ditinggalkan (tidak jadi mengerjakan), sebab khawatir diketahui orang lain, maka ia adalah orang yang riya’.
Karena ia meninggalkan ibadah sebab
manusia. Adapun jika ia meninggalkan ibadah, lantaran hendak dikerjakan di
tempat yang sepi, itu bisa dianggap baik dan sunnat. Kecuali bila ibadah itu
ibadah fardhu atau zakat wajib, atau ia termasuk menjadi orang panutan. Maka
terang-terangan dalam beribadah adalah lebih utama (daripada di tempat sepi).
Selain itu riya’ halus juga dapat
berupa menceritakan amal-amal shalih yang terjadi (di kerjakan) di masa lampau
dan tidak seorang pun mengetahuinya, kecuali kalau memang ada tujuan yang
dituntut syara’ itu dapat menjadikan amal yang telah diperbuat, merupakan amal
yang bercorak riya’, pada waktu diamalkan.
Diantara riya’ yang halus menganggap
manis ibadah dan menambah dalam menundukkan kepala dan khusyu’, lantaran
datangnya seseorang diantara para pembesar dan sebagainya. Sayyidina Ali
Al-Khawwadh ra berkata, “Apabila engkau didatangi seorang penguasa, sedangkan
ditanganmu ada tasbih untuk menghitung bacaan tasbih, maka janganlah meneruskan
memutar tasbih yang ada di tangan itu, kecuali bila ada niat yang baik. Dan
hendaklah memelihara diri terhadap duduk-duduk dan tertawa-tawa, seraya lupa
kepada Allah Ta’ala, kemudian datang seorang penguasa, lalu engkau buru-buru
mengambil tasbih, kecuali kalau memang ada niat yang baik untuk lari dari
terjatuh ke dalam riya’ yang bisa melebur amal-amal.”
Oleh karena itu, kajilah ilmu itu
lebih dalam agar kesesuaian apa yang kita perbuat dapat menjadi ilmu yang
membawa kita kepada kebenaran dan menjauh pada kemungkaran. [Sumber:14
Cara Mempertajam Keyakinan/Karya: Abdul Wahhab Asy Sya’rani/Penerbit: CV.
Firdaus]
0 komentar:
Posting Komentar